Hujan...! Lalu kita harus bagaimana ?
Beberapa hari belakangan ini negeri kita Indonesia
diberikan Allah azza wa jalla Rahmat-Nya yang besar yaitu diturunkannya hujan,
namun tentunya bagi seorang Muslim perlu memperhatikan adab-adab dalam
menyikapi hujan tersebut.
Hujan merupakan Karunia dan Rahmat dari Allah azza wa
jalla, sehingga tidak boleh bagi siapapun mengingkarinya, sebagaimana yang
dijelaskan Allah dalam Al Qur’an:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
“Dan
Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ : 14)
Begitu juga dalam ayat lainnya:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan
sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menurunkan air
dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu
mereka akan menjawab: ‘Allah’. Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi
kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al-Ankabut:
63)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan
di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka
apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.
Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati.
Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat : 39)
Setelah kita menyadari
bahwa karunia yang besar ini merupakan pemberian dari Allah sang Pencipta alam
semesta tentunya perlu kita perhatikan beberapa adab berikut:
Menisbatkan Hujan
kepada Selain Allah merupakan Kesyirikan
Telah tersebar di
sebagian masyarakat kita sebuah keyakinan bahwa fenomena tertentu dapat
mendatangkan Hujan, misalanya: keyakinan bahwa imlek menjadi penyebab turunnya
hujan, atau jika ada pernikahan suku tertentu maka akan terjadi hujan, atau
jika ada yang meninggal dalam keadaan tertentu akan terjadi hujan, jika
bintangnya seperti ini maka akan terjadi hujan dan keyakinan-keyakinan lainnya.
Tentunya
hal semacam ini merupakan sebuah keyakinan yang dapat merusak Akidah, karena pada
hakikatnya Akidah seorang Muslim yang benar adalah akidah yang lurus, yang
sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh para
Sahabat Rasulullah, Tabi’in dan Tabiut tabi’in.
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam
harinya. Tatkala
hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?”
Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada
yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi
hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah
yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang
mengatakan ‘Muthirna binau’i kadza wa kadza’ (Kami diberi
hujan karena sebab bintang ini dan ini),
maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang (HR.
Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71).
Berdasarakan hadits tersebut jelaslah sebuah Kesyirikan jika ada yang
mengatakan bahwa ada sesuatu selain Allah yang bisa menjadi sebab turunnya
Hujan, namun para Ulama di antaranya Syaikh Muhammad bin Sholeh AL Utsaimin
dalam kitabnya Al Qoulul Mifid ‘ala kitabit tauhid membagi hal tersebut kepada
dua tingkatan:
1. Jika seseorang meyakini
bahwa sesuatu selain Allah dapat menurunkan Hujan, maka Ia telah melakukan
Syirik Besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam.
2. Jika seseorang masih
meyakini bahwa Allah yang menurunkan hujan, namun ia juga meyakini adanya sebab
tertentu terjadinya hujan padahal sebab tersebut tidaklah Allah jadikan sebagai
perantara terjadinya hujan, maka pelakunya telah melakukan sebuah Syirik kecil
namun sekecil-kecilnya Syirik ia tetaplah Dosa Besar.
Sehingga kita perlu berhati-hati dalam hal semacam ini sehingga tidak
terjatuh ke dalam Kesyirikan, dan siapa yang telah terlanjur pernah memiliki
keyakinan semacam ini hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah yang maha
menerima taubat.
Perbanyaklah Berdo’a ketika turun Hujan
Di antara amalan yang perlu kita lakukan ketika turunnya hujan yaitu dengan
memperbanyak berdoa kepada Allah azza wa jalla, karena waktu tersebut merupakan
salah satu waktu terbaik untuk diijabahnya sebuah Do’a oleh Allah yang Maha
pemurah
Ibnu Qudamah
dalam Al Mughni, 4/342 mengatakan, “Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya
hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
“Carilah do’a yang mustajab pada tiga
keadaan: [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3]
Saat hujan turun.” (Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi
dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani,
lihat hadits no. 1026 pada Shohihul Jami’).
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ
“Dua do’a yang tidak akan
ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya
hujan. (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078.)
Di antara doa-doa yang bisa kita baca yaitu:
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
Allahumma Soyyiban Naafi’an
“Ya Allah, turunkanlah hujan yang
bermanfaat.”
Itulah yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat hujan turun. Hal ini
berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala melihat hujan turun, beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan ‘Allahumma shoyyiban nafi’an’. (HR. Bukhari,
Ahmad, dan An Nasai). Yang dimaksud shoyyiban adalah hujan. (Lihat Al Jami’
Liahkamish Sholah, 3/113, Maktabah Syamilah dan Zaadul Ma’ad, I/439, Maktabah
Syamilah).
Selain itu kita bisa berdo’a apa saja sesuai kebutuhan kita terutama yang
berkaitan dengan nasib kita di Akhirat.
Namun ketika hujan turun sangat lebat kita disunnahkan membaca do’a
berikut:
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
Allahumma
hawaalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakaami wal
jibaali, wazh zhiroobi, wa buthuunil awdiyati,
wa manaabitis syajari.
“Ya Allah, turunkanlah hujan di
sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran
tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya
pepohonan.” (HR. Bukhari no. 1013 dan 1014). Oleh karena itu, saat turun hujan
lebat sehingga ditakutkan membahayakan manusia, dianjurkan untuk membaca do’a
di atas. (Lihat Al Jami’ Liahkamish Sholah, 3/114, Maktabah Syamilah).
Dan ketika hujan telah berhenti kita membaca do’a:
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ
Muthirna bifadhlillahi wa rohmatihi
“Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah”
Jangan Mengeluh saat
Hujan, dan jangan Mencela Hujan
Di antara kesalahan yang sering kita jumpai pada sebagian masyarakat kita
yaitu keluarnya kata-kata yang tidak pantas untuk diucapkan, seperti: Aduuh hujan lagi...!, hujan lagi...hujan
lagi...!, bentar hujan bentar panas gak jelas...! ckckck hujannya awet...!. dan
Ungkapan-ungkapan lainnya.
Perlu kita ketahui bahwa turunnya hujan merupakan kehendak Allah ta’ala,
ucapan terbaik saat hujan adalah doa, perasaan yang harus kita hadirkan adalah
rasa syukur, bukan malah mengeluh atau bahkan mencela hujan tersebut, jangan
sampai ucapan buruk yang dilontarkan malah mendatangkan azab dari Allah
subhanahu wa ta’ala.
Perlu diketahui bahwa setiap ucapan yang
diucapkan seseorang akan dicatat oleh Malaikat dan harus dipertanggung jawabkan. Allah Ta’ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
”Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaaf [50] : 18).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak
dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara
dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan
bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.( HR. Bukhari no.
6478.)
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Manusia menyakiti Aku; dia mencaci
maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang
mengatur malam dan siang menjadi silih berganti. (HR. Bukhari no.
4826 dan Muslim no. 2246).
Bukankah kita telah Ridho dan Mengakui
bahwa Allah sebagai Tuhan yang mengatur Alam semesta ini, lalu kenapa kita
harus mengeluh dan mencaci maki ketentuan Allah ???.
Demikianlah di antara beberapa sikap
yang perlu kita perhatikan. Semoga sikap kita sebagai seorang Muslim lebih
bijak lagi menghadapi musim hujan, sehingga hujan tersebut bisa kita rasakan
sebagai bukti kasih sayang Allah kepada kita, dan semoga Negeri ini menjadi
negeri yang diberkahi Allah dengan banyaknya curah hujan.
*************************************
Penulis: Hafzan Elhadi bin Muhammad
Artikel www.mahad-alanshar.or.id
0 komentar:
Posting Komentar